Makna Syahadat أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ…

“Siapa yang bersyahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada serikat bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya ….”

Makna Syahadat أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Syahadat Muhammad Rasulullah,atau dengan redaksi yang lebih lengkap Muhammad ‘Abdullahi wa Rasuluhu ‘Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya’, mempunyai dua dasar pokok yang satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan karena merupakan satu kesatuan. Lanjutkan membaca “Makna Syahadat أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ”

Adab Tidur

Rasulullah Shallaahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan bagi setiap muslim, maka barang siapa yang memperhatikan tidurnya, niscaya dia akan mendapati bahwa tidumya beliau paling sempurna dan paling bermanfaat bagi tubuh. Beliau tidur di awal malam dan bangun di awal sepertiga malam.

Rasulullah Shallaahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan bagi setiap muslim, maka barang siapa yang memperhatikan tidurnya, niscaya dia akan mendapati bahwa tidumya beliau paling sempurna dan paling bermanfaat bagi tubuh. Beliau tidur di awal malam dan bangun di awal sepertiga malam. Lanjutkan membaca “Adab Tidur”

AKHLAQ NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DALAM PENGARAHAN DAN KRITIKAN

AKHLAQ NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM

DALAM PENGARAHAN DAN KRITIKAN

 

Ditulis oleh:

Abul ‘Abbas Khidhr Al-Mulkiy

MUQADDIMAH

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا, أشهد أن لا إله إلا الله إقرارا به وتوحيدا, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله تسليما مزيدا.

أمــا بعد:

Allah ‘azza wa jalla berkata:

﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا [الأحزاب/21].

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah”. (Al-Ahzab: 21).

Ayat ini merupakan arahan dan bimbingan bagi seseorang untuk senantiasa mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadikannya sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan, baik itu dalam bermuamalah, berumah tangga, bermasyarakat atau berbangsa dan bernegara. Dan salah satu prilaku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut untuk diteladani adalah akhlaqul karimah, yang mana dengan akhlaq itu seseorang akan semakin sempurna keimanannya, sebagaimana dalam hadits hasan yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam “Musnadnya” (Juz: 2, hal. 527, no. 10829) dari hadits Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

﴿أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا.

“Orang-orang mu’min yang paling sempurna keimanannya adalah bagi mereka yang paling bagus akhlaqnya” Dan perlu diktehui bahwa seseorang itu dikatakan bagus akhlaqnya manakalah berakhlaq dengan Al-Qur’an, sebagaimana akhlaq teladan kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu berakhlaq dengan Al-Qur’an, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam “Shohihnya” (no. 1773) bahwa Aisyah ditanya tentang akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia berkata:

﴿فَإِنَّ خُلُقَ نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ الْقُرْآنَ.

“Sesungguhnya akhlaq Nabiullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur’an”.

Maka beranjak dari sini kita akan sebutkan akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memberi arahan yang sangat bagus, ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan dua permasalahan yaitu dengan kedatangan dua pihak yang berbeda, para pembesar kaum musyrikin dan shahabat yang buta maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua permasalahan itu tampak dengan jelas akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat bagus yaitu berakhlaq dengan Al-Qur’an dalam menghadapi dua pihak yang disebutkan tadi, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Allah ta’ala berkata:

﴿عَبَسَ وَتَوَلَّى (1) أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى (2) وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى (3) أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى (4) أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى (5) فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى (6) وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّى (7) وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى (8) وَهُوَ يَخْشَى (9) فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى﴾ (10) [عبس/1-10].

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman), dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah). Maka kamu mengabaikannya“Allah ‘azza wa jalla memberikan teguran kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar lebih memperhatikan orang mu’min yang mengikutinya dibanding menfokuskan perhatian kepada musuh-musuhnya dari kalangan pembesar-pembesar musyrikin Quraisysy, ini menunjukkan betapa bagusnya akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar-benar memperhatikan orang-orang yang mengikutinya, berlemah lembut dan memberikan yang terbaik kepada mereka yang mengikutinya. Adapun bagi yang mengumumkan permusuhan dan kebencian kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap tegas dan keras kepada mereka, sebagaimana Allah ‘azza wa jalla katakan:

﴿مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ﴾ [الفتح/29]

Muhammad adalah Rasulullah, beliau dan orang-orang yang bersamanya sangat keras kepada orang kafir dan berkasih sayang (berlemah-lembut) diantara mereka“. (Al-Fath: 29).

Dan Allah Ta’ala perintahkan rasul-Nya dan para pengikutnya untuk bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir dan orang yang bermuka dua; baik itu dari kalangan munafiqin atau orang-orang yang serupa dengan mereka, Allah Ta’ala berkata:

﴿ يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ﴾ [التوبة/73].

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah Jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya“. (At-Taubah: 73).

Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang bodoh (dari kalangan awam)Coba cermati! Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah para shahabatnya untuk melarang si Badui tadi sampai si Badui tadi selesaikan hajat (kencing)nya, dan dalam hadits yang lain kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan shahabatnya untuk menyiram bekas kencing tadi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memarahi atau mencela para shahabatnya karena mau mencegah si Badui dan tidak pula memarahi atau mencela si Badui tadi, tapi disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati si Badui tadi dengan penuh akhlaqul karimah, sebagai arahan dan bimbingan kepada para shahabatnya sekaligus si Badui tadi.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat tidak suka bila orang-orang yang mengikutinya disakiti atau dipersulit urusannya, walaupun yang melakukannya itu shahabatnya sendiri atau orang-orang mu’min setelahnya, lebih-lebih kalau yang menyakiti itu dari kalangan orang sesat maka tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat marah. Lihatlah apa sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap shahabatnya yang mulia Mu’adz bin Jabal ketika beliau Rodhiyallohu ‘anhu mengimami manusia yang di dalam shalatnya itu tentu ada sebagian shahabat maka ternyata membuat berat sebagian manusia akibat panjangnya sholatnya, sebagaimana disebutkan dalam “Shohih Ibnu Hibban” (Juz: 6, hal. 155), ketika disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam marah karena shahabatnya Mu’adz bin Jabal membuat resah dan memberat-beratkan orang-orang mu’min yang lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas berkata kepada Mu’adz bin Jabal:

} أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذ أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذ {

“Apakah kamu tukang fitnah ya wahai Mu’adz?!, Apakah kamu tukang fitnah ya wahai Mu’adz?!”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat kasih sayang dengan orang-orang yang mengikutinya, sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam “Shohih Al-Bukhariy” (no. 13) dari hadits Husain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang-orang yang mengikutinya:

﴿لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه﴾.

Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri“.

Allah Ta’ala perintahkan rasul-Nya untuk merendah dan lemah lembut serta terus senantiasa bersama orang-orang yang mengikutinya, sebagaimana Allah Ta’ala katakan:

﴿وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ﴾ [الشعراء/215].

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman”. (Asy-Su’araa: 215). Dan Allah Ta’ala juga berkata:

﴿وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ [الحجر/88].

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang mu’min“. (Al-Hijr: 88).

Allah Ta’ala tidak memerintahkan Rasul-Nya untuk merendahkan diri terhadap orang-orang yang bermuka dua (yang bisa diterima di hizbullah dan di hizbusy syaithan), tapi yang Allah Ta’ala perintahkan adalah untuk merendahkan diri dan bersama orang-orang yang mengikuti rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar. Maka apakah pantas kemudian ada dari salah seorang diantara kalian rela menggibahi dan menyakiti saudaranya sesama salafiyyin karena mengharapkan kesalafiyyahnya kaum mutawaqifin atau kaum hizbiyyin dengan rela merendahkan diri dan senang bersama mereka?! Adapun bagi musuh-musuh Islam atau orang yang masuk kategori muslim kemudian menyimpang dari jalan yang lurus dan memusuhi orang-orang yang mengikut sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sudah sepantasnya bagi untuk ditahzir sesuai dengan perbuatan mereka yang memusuhi al-haq dan ahlinya, bahkan Allah subhanah telah mengumumkan permusuhan dengan mereka, telah diirwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhariy dalam “Shohihnya” (no. 6137) dari Abu Huroirah Rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

﴿إن الله قال من عادى لي وليا فقد آذنته بالحرب

“Bahwasanya Allah telah berkata: Barang siapa memusuhi wali-wali-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan permusuhan dengannya”.

Dengan muqaddimah yang sedikit ini cukup sebagai penjelasan tentang akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai gambaran global, insya Allah pada bahasan selanjutnya pada bagian-bagiannya kami akan sebutkan sebatas waktu yang kami miliki, dan sebatas sepengetahuan kami diserta dengan jawaban atas kerancuan-kerancuan pola pikir orang-orang yang terkontaminasi dengan faham miring yang dilandasi dengan perasaan dan dugaan semata.

 

Ditulis oleh Al-Faqir illah Abul ‘Abbas Khidhr Al-Mulkiy di Darul Hadits Dammaj-Sho’da-Yaman pada hari Juma’at pagi/3 Sya’aban 1430 H.

 

 

BAB I

GUGATAN ATAS DUGAAN PENJELASAN TENTANG TUDUHAN MIRING TERHADAP KRITIKAN DALAM MAKALAH-MAKALAH KAMI

Setelah tersebar luas tulisan kami dalam makalah-makalah yang kami susun, maka banyak bermunculan komentar baik itu berupa saran atau kritikan; baik itu kritikan membangun maupun kritikan miring yang tidak membangun sama sekali, sungguh benar perkataan Allah Ta’ala:

﴿وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً [الأنبياء/35]

Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (cobaan)“. (Al-Anbiya’: 35). Juga perkataan-Nya:

﴿وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا﴾  [الفرقان/20]

Dan Kami jadikan sebagian kalian fitnah (cobaan) atas sebagian yang lain. Dan bisakah kamu bersabar?”. (Al-Furqan: 20). Diantara komentar itu adalah:

1.1 Panggilan Jelek Buat Luqman Ba’abduh Al-Hizbiy!

Komentar I:

“Pada beberapa makalah Abul ‘Abbas menyebutkan bahwa ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh adalah penjahat da’wah, padahal beliau adalah ustadz kibar dan telah dipanggil sebagai syaikh oleh Syaikh Kholid Adz-Dzufairiy, tapi Abul ‘Abbas dengan tak berakhlaq memanggilnya seperti itu!”.

Tanggapan:

Pemberian gelar seperti itu kepada Luqman Ba’abduh adalah sesuai dengan posisi dan keberadaan dia, dan ini tidak bisa dikatakan kami tidak memiliki akhlaq! Karena manusia paling berakhlaq adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah berkata kepada Hamal bin Malik An-Nabighah sebagaimana dalam “Shohih Al-Bukhariy” (no. 5426) dari Abu Huroirah Rodhiyallohu ‘anhu:

﴿إنما هذا من إخوان الكهان

Dia (Hamal) termasuk saudara-saudaranya dukun“.

Apa yang menyebabkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan seperti itu? Tidak lain karena Hamal menentang hukum yang telah ditetapkan oleh syari’at dengan melantunkan sajak yang persis dengan lantutan para dukun yang isi sajaknya semisal ucapan para dukun yang menentang syari’at maka selayak untuknya menyandang gelar tersebut. Begitu pula orang-orang yang tidak mengikuti bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk tidak berboros-borosan dan melampui batas  dalam kehidupan dunia ini, Allah Ta’ala sebutkan mereka dengan saudara-saudaranya syaithan, Allah Ta’ala berkata:

﴿إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا [الإسراء/27].

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Robbnnya”. (Al-Isra’: 27). Maka dari sini tidak salah bagi kami untuk menyebut Laskar Jihad Aswaja dengan julukan syaithan-syaithan khowarij karena sifat dan sikap mereka ketika itu melampui batas dan berbuat seenak nafsu mereka serta berboros-borosan dengan harta (minta-minta) untuk Mukernas (Musyawarah Kerja Nasional) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang sangat menyelisihi syari’at. Julukan yang kami berikan kepada mereka seperti itu karena mengambil hukum dari dua dalil tersebut, dan ternyata pengambilan hukum yang kami lakukan memiliki salaf, diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan orang-orang seperti mereka syaithanul khowarij (Lihat Kutub wa Rosail wa Fatawa Ibnu Taimiyyah: Juz. 19, hal. 89).

Adapun Luqman Ba’abduh sangat cocok menyandang gelar penjahat da’wah karena dengan kejahatannya yang ada, dari sejak dia menjabat sebagai wakil panglima Laskar Jihad dan bertugas di Ambon tampak sekali kejahatannya terhadap kaum muslimin dan penguasa serta dengan mudah menghalalkan darah yang harom untuk ditumpahkan. Begitu pula penganiayaan, pemukulan dan kezholiman dilakukan, baik itu dia lakukan sendiri atau melalui para pengikutnya dia. Maka cukuplah untuk Luqman Ba’abduh menyandang gelar itu. Begitu pula makarnya terhadap Darul Hadits Dammaj yang dia termasuk salah satu keluaran darinya, yang kemudian menampakan permusuhan dengan hinaan dan celaan serta kedustaan dan pemutar balikan fakta dia lakukan terhadap Darul Hadits Dammaj dan masyayikhnya, maka itu merupakan bagian dari kejahatan dia pula!.

 

Komentar II:

Abul ‘Abbas juga menyebut ustadz Luqman dengan Siluman, yaitu dengan menghapus huruf Q (si Lu man) dan menyebut seorang wanita pembelanya dengan julukan Kuntilanak!.

Tanggapan:

Sebagaimana telah disebutkan tadi pemaparannya (pada tanggapan komentar I), maka penyebutan siluman kepada dia sesuai keadaan dia yang berpaling dari ayat-ayat Allah ta’ala, sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah ta’ala menyebutkan bahwa orang semisal dia itu seperti anjing﴿وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ (177) [الأعراف/175-178].

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim“. (Al-A’raf: 175-177).

Ayat ini sangat pantas untuk diberikan kepada salah seorang ibu rumah tangga yang bernama Nikmatus Tsaniyah atau Ummu Abdillah ketika mendapati e-mail kami bergegas menghubungi kami dengan sok memberi nasehat yang isi nasehatnya berupa tuduhan dusta, ketika kami memperingatkannya untuk jangan menghubungi kami (karena tidak selayakanya istri orang coba-coba menghubungi anak orang lain) dan kami memperingatkannya agar jangan masuk fitnah; dengan memberikan dua pilihan kalau ingin selamat silahkan urusi tanggung jawabmu sebagai seorang ibu rumah tangga, sibukan diri dengan tanggung jawab keluarga dan ilmu serta ibadah. Dan kalau ingin binasa silahkan masuk dalam fitnah hizbiyyah Abdurrohman Al-Adeniy! maka dengan pilihan itu ternyata malah membuatnya semakian menjadi-jadi dan terus bersemangat menyerang kami “maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)“, Kemudian dari situ mulailah menuduh kami dengan berbagai tuduhan, mulai dari tudahan maling intelektuil (mencuri terjemahan Dzulqarnain), dan mengkampanyekan kami jijik dan terakhir berani mendustakan dirinya bahwa dia adalah wanita haraki dengan menyebarkan di internet tentang aib kami dengan cara pendustaan dan pemutar balikan fakta namun secara tidak dia sadari ternyata membongkar aibnya sendiri, kemana kawan-kawan kuliahnya yang menjadi saksi atas kedustaannya? Kemudian dengan melihat upaya yang begitu luar biasa maka kami memberinya gelar Kuntilanak, itu disebabkan perbuatannya dia semisal Kuntilanak, yang berupaya membongkar aib-aib kami dengan cara dusta dan licik yang sudah terkubur, namun sayang ketika dia melihat tanah yang meninggi seolah-olah kuburan maka dia dengan semangatnya langsung menggali tanah itu mengiranya itulah kuburan mayat (aib) kami untuk dia santap habis namun karena tidak ada yang didapati maka dia berani berdusta dan bercerita tentang aib kami dengan memutar balikan fakta, dalam rangka membela silumannya, sungguh Allah ta’ala telah berkata:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ [الحجرات/12]

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari buruk sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Al-Hujarat: 12).

Dan tidak ada seorangpun dari manusia yang suka memakan mayat 

Komentar III:

Orang yang berakhlaq adalah orang yang lembut dan halus tutur katanya! Dan bisa bergaul dan diterima di mana saja dan kapan saja!

Tanggapan:

Demikian itu merupakan wawasan yang dibangun di atas perasaan dan merupakan pandangan yang sempit serta impian yang memiliki jangkauan luas, sekadar contoh JT (Jama’ah Tabligh), siapa yang tidak kenal JT? Hampir kalangan awam mengenal mereka dan kagum dengan kelembutan dan tutur kata mereka, mereka menampakan di hadapan manusia kalau mereka paling penyabar, khuruj (keluar keliling) disakiti, diejek dan sebagainya mereka sabar. Namun coba anda sewaktu-waktu menjelaskan kesesatan, kesyirikan, kebid’ahan dan serta jelaskan kitab pusaka mereka Fadhilah ‘Amal maka akan tampak watak asli mereka. Ucapan kasar, keji, celaan, cacian dan bahkan ancaman fisik akan mengenaimu, tidak sekali atau dua kali tapi sudah banyak kali kejadian dan bahkan kami mendengarkan mereka mengatakan: Salafy adalah musuh kita!.

Begitu pula realita membuktikan bahwa betapa banyak para penggemar proposal, tukang minta-minta dan para pengemis tampak kelembutan dan tutur kata mereka yang halus dalam melaksakan aktivitasnya, dengan kelembutan dan tutur kata yang manis mereka mampu menyihir para muhsinin, sungguh perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

﴿إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا ، وَإِنَّ فِي الشِّعْرِ حِكْمَةً

Sesungguhnya penuturan itu adalah sihir, dan sesungguhnya syi’r adalah hikmah“. Apakah kemudian orang-orang semisal mereka itu dikatakan orang yang berakhlaq mulia?!

 

Komentar III:

Telah kita lihat makalah-makalah yang dikirimkan isinya hanya pemecah-belahan persatuan dan menjadikan ukhuwah koyak, informasi-informasi yang berkaitan dengan itu pun miring-miring. Yang seyogyanya seseorang itu menjadi penyebab kebaikan dan menyeru kepada kemaslahatan serta memberi maslahat kepada orang lain juga memperhatikan kemaslahatan ikhwah dan ukhuwah!.

Tanggapan:

Perkara yang sudah diketahui sebelumnya bahwa keberadaan orang-orang yang berada di atas al-haq itu akan menjadi penyebab terpisahkannya antara orang-orang yang jelek dengan orang-orang yang shalih, karena sudah merupakan ketentuan bahwa kebenaran tidak akan pernah bersatu dengan kesesatan, dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata: Berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

}لاَ يَجْمَعُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةُ عَلَى الضَّلاَلَةِ أَبَدًا{ وَقَالَ : }يَدُ اللهِ عَلَى الجَمَاعَةِ {

Allah tidak akan menyatukan umat ini di atas kesesatan selama-lamanya”. Dan beliau berkata: “Tangan Allôh bersama al-jama’ah”}فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ { [يونس/32].

Maka (Dzat yang demikian) itulah Allôh Rabb kalian yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimana kalian dipalingkan (dari kebenaran) .” (Yunus: 32).

Demikian adanya anggapan dan sifat percaya diri dalam semangat memberi kebaikan atau syafa’at ke orang lain, dengan upaya seperti itu sangat dikhawatirkan dia dengan metode batil dan prilaku penyelewengan justru menyeru kepada kejelekan dan kemudharatan, bagaimana mungkin dikatakan menyeru kebaikan atau memberi syafa’at kepada orang lain sementara pemberian syafa’at itu diperoleh secara batil, sekadar contoh: Memberi dana kepada orang lain atau memberi untuk pembangunan masjid dan ma’had dengan hasil proposal (minta-minta) atau dengan hasil riba (bunga Bank) maka itu bukan memberi kebaikan tapi memberi kotoran dan keterpurukan. Begitu pula seseorang mengaku menyeru kepada kebaikan dan mengaku berda’wah kepada Allah Ta’ala namun ternyata menjerumuskan kepada kesesatan hizbiyyah atau mengajak manusia untuk berjihad (sebagaimana du’at LJ dulu), namun ternyata mengarahkan dan menjerumuskan mad’u kedalam faham dan tindakan khowarij, maka perumpamaan mereka itu seperti Iblis dan syaithan, Allah Ta’ala berkata:

﴿فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آَدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى (120) فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآَتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آَدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى (121) [طه/120-122].

“Kemudian syaithan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Rabb dan sesatlah ia kemudian Robbnya memilihnya. Maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk”. (Thohaa: 120-122).

Demikianlah petunjuk dan akhlaq jelek iblis dan syaithan serta orang-orang yang mengikuti jejaknya, adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut setianya adalah paling bagus akhlaqnya dan paling bagus petunjuknya, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhariy dalam “Shohihnya” (no. 6849) bahwa Abdullah Rodhiyallohu ‘anhu berkata:

﴿إن أحسن الحديث كتاب الله وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم وشر الأمور محدثاتها و {إن ما توعدون لآت وما أنتم بمعجزين}.

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur’an) dan sebaik-sebaik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan. {Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang, dan kamu sekali-kali tidak sanggup menolaknya}“.

1.2 Vonis Miring Terhadap Ash-Shhabul Jam’iyah!

Komentar IV:

Abul ‘Abbas dengan mudahnya menjuluki Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan menjuluki du’at yang membela jam’iyat sebagai penjilat dan pengalap berkah yayasan!

Tanggapan:

Adapun penyebutan kami seperti itu dikarenakan kejujuran mereka mengakuinya sendiri, sebagaimana Asyakri bin Jamaluddin Al-Bughisiy dengan penuh percaya diri mengatakan: “Mendulang berkah dengan membikin Yayasan Salafiyyah” terus apa yang didulang dari yayasan? Tidak lain adalah harta, sebagaimana dia sebutkan sendiri: supaya mendatangkan masyayikh ke Indonesia! Kami katakan iya itu salah satunya! Diantaranya pula supaya bisa umroh atau keliling ke Saudi Yaman atas da’wah, terus dari mana itu semua kalau bukan dari proposal (minta-minta) atas nama yayasan?!

Adapun julukan yang kami berikan kepada mereka seperti karena kami memiliki dasar dari As-sunnah Ash-Shohihah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling terbaik akhlaqnya telah memerintahkan shahabat yang mulia Salman Al-Farisiy untuk mengisahkan riwayat hidupnya kepada para shahabat, maka Salman mengisahkannya, diantara kisahnya beliau Rodhiyallohu ‘anhu menjelaskan keadaan uskup (guru)nya bahwa gurunya tersebut mengajak umat untuk bersedekah ternyata hasil sedekahnya dipakai untuk kepentingan isi perutnya dan menunmpuknya untuk kepentingan pribadinya, maka Salman mencelanya dan begitu pula umatnya mencela uskup tersebut setelah diberitahu oleh Salman tentang akhlaq jeleknya, maka jenazah sang uskup tadi di salib dan dilempari batu oleh kaummnya. (Lihat Kisah Shohihnya dalam kitab “Ash-Shohihul Musnad Mimma Lasia fish Shohihain Lil Imam Al-Wadi’iy; Juz. 1, hal. 267-272, no. hadits 440).

Komentar V:

Memang Abul ‘Abbas itu tidak berakhlaq sama sekali masa ustadz kita; ustadz Luqman, Afifudin, Sarbini dan ustadz Asyakri serta yang bersama mereka dibilang ustadz kabair, dunguh, ruwaibidhah, jahil dan bodoh, pada terkhusus ustadz Luqman itusudah jadi syaikh, diakui oleh syaikh Abdullah (Al-Mar’i) juga syaikh Kholid tapi Abul ‘Abbas anggap dia sepsh-Shohihul Musnad, bukankah syaikh Muqbil rahimahullah dalam kitab tersebut bahwasanya minta-minta itu termasuk dosa besar (kabair)? Bukankah dengan mengemisnya mereka itu sudah layak disebut pelaku dosa besar? Belum lagi dosa lainnya yang telah mereka lakukan dulu, yang keji dan mengerikan (baca; LJ) juga kedustaan dan tipu muslihat mereka itu bukanlah suatu dosa yang ringan atau kecil tapi itu adalah dosa besar. Di riwayatkan oleh Imam Bukhari dalam “Shahihnya” (no. 5977) dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘anhu beliau berkata:

ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْكَبَائِرَ ، أَوْ سُئِلَ عَنِ الْكَبَائِرِ فَقَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ » . فَقَالَ « أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ – قَالَ – قَوْلُ الزُّورِ – أَوْ قَالَ – شَهَادَةُ الزُّورِ ».

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan tentang dosa besar atau ditanya tentang dosa besar maka beliau berkata: “Syirik kepada Allah, membunuh jiwa, durhaka kepada kedua orang tua“. Lalu berkata lagi: “Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa besar yang paling besar?” Lalu beliau berkata: “(yaitu) perkataan dusta (palsu) atau persaksian palsu“.

Adapun tentang kebodohan dan kedunguan mereka, maka layak mereka menyandangnya karena ketika orang itu waras dan sehat akalnya maka tidak akan condong menjerumuskan dirinya kedalam dosa besar atau dosa kecil, hanyalah orang yang dungu dan para pengikut hawa nafsu yang sudah tahu dosa akan tetapi masih saja cemplung di dalamnya sungguh benar perkataan sebagian salaf sebagaimana dalam “Tafsir Ibnu Katsir” (4/408):

كل من عصى الله فهو جاهل، وقرأ: { ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ } إلى قوله: { إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ } [النحل: 119].

“Setiap yang bermaksiat kepada Allah maka dia adalah bodoh, lalu membaca ayat: “Kemudian, Sesungguhnya Rabbmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya” Sampai perkataan-Nya: “Sesungguhnya Rabbmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“. [An-Nahl: 119].

BAB II

ORANG YANG TIDAK BERAKHLAQ DAN PEMECAH BELA SUKANYA BERKATA KASAR, PEDAS DAN MENYAKITKAN

Seandainya ada yang mengatakan seperti pada judul Bab II ini secara mutlak (tanpa ada rincian) maka sungguh jelas kalau dia adalah orang yang tidak berakhlaq dan bodoh terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Sohihah serta manhaj salafush sholih, dan kalaulah benar Kholiiful Hadii mengatakan seperti itu maka kami terangkan lagi: Bahwa wajar dia berkata begitu, karena latar belakangnya mendukung keberadaannya, ketika dia di Dammaj rajin keluar masuk maktabah (perpustakaan) dan menyibukan diri pada bidang lughoh (bahasa Arob) dan fiqih serta ushulnya (namun ternyata didapati sebagian fiqihnya miring) dan ketika di Dammaj dia menjadikan bidang manhaj dan aqidah shohihah hanya sebagai sampingan jadi wajar kalau didapati sebagian aqidahnya terdapat kesalahan atau didapati manhajnya terpuruk. Dia sebenarnya sudah merasa kalau dirinya seperti itu, sebagaimana dia katakan sendiri: Ana ingin belajar lagi, tapi ana ingin belajar di Saudi!

Mungkin akan ada yang bertanya: Kenapa harus milih belajar ke Saudi? kenapa tidak ke Dammaj saja? Maka kemungkinan jawabannya: Supaya seperti Dzulqarnain bisa cari dana (ajukan proposal) sambil belajar. Atau mungkin jawabannya seperti perkataan ahlu ilmi: “Kalau mau (makan) daging ke Saudi, kalau mau ilmu ke Dammaj!”.

Banyak orang tidak mau ke Dammaj karena lantaran di Dammaj hidup dan kebutuhan apa adanya, atau karena lantaran dia majruh (dikritik) maka dia takut ke Dammaj. Atau karena di Dammaj tegas mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengharomkan minta-minta jadi takut tidak boleh lagi ajukan proposal (minta-minta).

Tanggapan judul Bab II:

Tidak ada kebimbangan dan keraguan lagi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum diangkat sebagai rasul dipercaya sebagai orang yang terbaik dan berakhlaq terpuji, sebagaimana disebutkan oleh Ummul Mu’minin Khodijah Rodhiyallohu ‘anha tentang akhlaq dan prilaku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan diakui oleh siapa saja (Lihat Shohihul Bukhoriy, no. 3, 6982) dan bahkan ketika itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijuluki dengan “Al-Amin”, namun ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai rasul, Allah Ta’ala perintahkan supaya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan, sebagaimana perkataan-Nya:

﴿يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2)﴾ [المدثر/1، 2]

“Hai orang yang berselimut! Bangkitlah dan berilah peringatan!”. (Al-Mudtatsir: 1-2). Ketika rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai memberi peringatan dan mulai menjarh (mengkritik atau mencela) sesembahan-sesembahan dan tokoh-tokoh sesat semisal Abu Lahab (yang celaan terhadapnya ada dalam satu surat dalam Al-Qur’an) maka mulailah disirnakan julukan yang bagus tadi dari diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka ganti julukan itu dengan tukang sihir, pendusta, gila dan sesat serta julukan-julukan jelek lainnya, tidak ada sama sekali pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan dengan ketegasan dan keberanian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengatakan al-haq membuat kaum musyrikin kepedasan telinganya ketika mendengarkan suara dan tahdziran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membuat hati mereka merintih kesakitan, maka kemudian mereka membuat banyak makar untuk menghinakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan serta mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemecah belah persatuan kaum Quraisysy dan ucapan yang semisal itu. Maka kami katakan: Memang benar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memecah belah (memisahkan) manusia antara yang baik dan yang jelek, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dalam “Shohihnya” (no. 7281) dari Jabi bin ‘Abdillah bahwa:

﴿محمد صلى الله عليه و سلم فرق بين الناس

“Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan (memisahkan) manusia”.

Berkata Asy-Syaikh An-Nashih Al-Amin Yahya bin ‘Ali hafidzahullah: Yaitu memisahkan manusia antara yang sholih dengan manusia yang jelek, antara yang kafir dan mu’min”.

 

PENUTUP

Demikian tulisan yang singkat dan sederhana ini sebagai tanggapan ringkas terhadap kerancuan-kerancuan dan pola pikir yang miring, serta sebagai tantangan untuk para komentator, adapun dalil-dalil yang sedikit meluas yang berkaitan dengan masalah ini telah kami singgung dalam kitab “An-Nuktatus Suada’ fii Quluubis Sufaha’” edisi revisi yang terbaru.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله.

Selesai ditulis oleh Al-Faqir Ilallah Abul ‘Abbas Khidhir Al-Mulkiy, di Darul Hadits Dammaj-Sho’da-Yaman pada hari Sabtu menjelang azan Zhuhur/4 Sya’ban 1430 H.

 

Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani

1. MENGHADAP KA’BAH

1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.

2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.

* Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
* Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.

3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah.

HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU

4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.

5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.

2. BERDIRI

6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :

* Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.

7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).

SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT

8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.

9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.

10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.

SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK

11. Dibolehkan shalat lail sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.

12. Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat.

SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL

13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.

14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa).

15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

SHALAT DI ATAS MIMBAR

16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.

KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS DAN MENDEKAT KEPADANYA

17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).

18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.

19. Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan.

KADAR KETINGGIAN PEMBATAS

20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.

21. Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah.

22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan meskipun unta.

HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR

23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.

HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM

24. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya.

KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM

25. Tidak boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.

“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”.

BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT

26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.

HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT

27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.
3. NIAT

28. Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta).

4. TAKBIR

29. Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.

30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.

31. Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.

32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.

MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

33. Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.

35. Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga.

MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

36. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.

37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.

38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan.

TEMPAT MELETAKKAN TANGAN

39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama.

40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.

KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD

41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing.

42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.

43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.

44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).

DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)

45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :

“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.

“Artinya : Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau”.

Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.

5. QIRAAH (BACAAN)

46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.

47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.

“A’udzu billahi minasy syaiythaanirrajiim, min hamazihi, wa nafakhihi, wa nafasyihi”

“Artinya : Aku berlindung kepada Allah dari syithan yang terkutuk, dari godaannya, dari was-wasnya, serta dari gangguannya”.

48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.

“A’udzu billahis samii-il a’liimi, minasy syaiythaani …….”

“Artinya : Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari syaitan…….”.

49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).

MEMBACA AL-FAATIHAH

50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk menghafalnya.

51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.

“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.

“Artinya : Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah”.

52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.

53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.

BACAAN MA’MUM

54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah.

BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH

55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.

56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.

57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.

58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.

59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.

60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.

61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.

62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.

63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.

MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN

64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.

65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).

66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.

MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL

67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.

68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’

69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.

70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.

71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.

72. Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.

CARA RUKU’

73. Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.

74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.

75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.

76. Merenggangkan kedua siku dari badan.

77. Mengucapkan saat ruku’. “Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”.

“Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih.

MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN

78. Termasuk sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud hampir sama.

79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.

I’TIDAL SESUDAH RUKU’

80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.

81. Dan saat i’tidal mengucapkan . “Syami’allahu-liman hamidah”.

“Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib.

82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.

83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.

84. Mengucapkan saat berdiri. “Rabbanaa wa lakal hamdu”

“Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji”. Hukumnya adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak).

85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.

7. SUJUD

86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.

87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.

TURUN DENGAN KEDUA TANGAN

88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.

89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.

90. Merapatkan jari jemari.

91. Lalu menghadapkan ke kiblat.

92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.

93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.

94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.

95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.

96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.

97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.

98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.

99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.

100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.

BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD

101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.

102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.

103. Mengucapkan ketika sujud. “Subhaana rabbiyal ‘alaa”

“Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih.

104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.

105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.

106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.

107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.

IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD

108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.

109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.

110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.

111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.

112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).

113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.

114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.

115. Mengucapkan pada waktu duduk. “Allahummagfirlii, warhamnii’ wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.

“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki”.

116. Dapat pula mengucapkan. “Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.

“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku”.

117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.

SUJUD KEDUA

118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.

119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.

120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.

121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.

DUDUK ISTIRAHAT

122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.

123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.

124. Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya.

RAKAAT KEDUA

125. Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya.

126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.

127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.

128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.

DUDUK TASYAHUD

129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.

130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.

131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.

132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.

133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.

134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.

MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA

135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.

136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.

137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.

138. Dan melihat pada telunjuk.

139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.

140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.

141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.

UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA

142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.

143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan).

144. Dan lafadznya : “At-tahiyyaatu lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu ‘alan – nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaiynaa wa’alaa ‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”.

“Artinya : Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan atas Nabi dan rahmat Allah serta berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan rasul-Nya”.

145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, kamaa shallaiyta ‘alaa ibrahiima wa ‘alaa ali ibrahiima, innaka hamiidum majiid”.

“Allahumma baarik ‘alaa muhammaddiw wa’alaa ali muhammadin kamaa baarikta ‘alaa ibraahiima wa ‘alaa ali ibraahiima, innaka hamiidum majiid”.

“Artinya : Ya Allah berilah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia.

Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia”.

146. Dapat juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.

“Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.

147. Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya.

RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT

148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.

149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.

150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.

151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.

152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.

153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.

154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.

155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.

QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA

156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.

157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan : “Rabbana lakal hamdu”.

158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.

159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.

160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.

161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.

162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.

QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA

163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.

164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.

165. Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa ‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man ‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa ilayika”.

“Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali kepada-Mu”.

166. Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.

167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.

TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK

168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib.

169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.

170. Selain duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.

171. Menegakkan kaki kanan.

172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.

173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.

KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA

174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal.

175. Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid dajjal”.

“Artinya : Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”.

BERDO’A SEBELUM SALAM

176. Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya.

SALAM DAN MACAM-MACAMNYA

177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.

178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.

179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.

180. Macam-macam cara salam.

* Pertama mengucapkan “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri.
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
* Ketiga mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.

PENUTUP

Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.

Setelah itu satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan khusyu’ ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta’ala, dan sesuai dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang kekhusu’an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya.

“Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.

Akhirnya. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalat kita dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.