Hukum Menunda Bayaran Utang Puasa

https://t.me/ilmui/1703

📝 Menebarkan Ilmu Islam Salafy 🖊:
نصـيـحـة للـنــساء:
🍃 Sampai kapan batas mengqodho puasa Ramadhan yang ditinggalkannya ??

📙Soal dari Dian Karawang di grup wa nashihatulinnisa

Assalamualaikum ,Ummu mau tanya batas untuk mengqadha puasa??

➖➖➖➖➖➖➖➖

👉🏻 Allooh memberikan waktu yang luas dalam mengqadhonya bagi orang yang berbuka karena udzur yang syar’i sampai masuk Romadhan berikutnya, berdalilkan dengan hadits dari Aisyah Radhiyallahu Anha

كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَان فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ

Dulu saya pernah punya utang puasa ramadhan. Maka sayapun tidak mampu mengqadhonya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim )

Dan tambahan dalan riwayat muslim

الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

‘Karena Aisyah sibuk melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’

🖊Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar Rohimahullooh

وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر

Diambil kesimpulan dari hadits tersebut akan semangatnya A’isyah Rodhialloohu Anha untuk mengqadha puasa di bulan sya’ban, yang menunjukkan bahwa tidak boleh menunda qadha puasa ramadhan, sampai masuk ramadhan berikutnya.

📚Fathul Bari, 4/191.

Pada hadits tersebut menunjukkan batas akhir dalam mengqadho sampai masuk bulan berikutnya, akan tetapi dengan batasan tersebut seorang muslim tidak boleh bergampangan dalam mengakhirkan qodhanya, terkhusus wanita, kadang memberatkan disebabkan penghalang penghalang seperti hamil , nifas, menyusui.

Dan ulama sepakat akan wajibnya mengqadho bagi orang yang berbuka pada hari hari Romadhan sebelum masuk Romadhan berikutnya.

👉🏻 Maka jika seseorang menunda Qadho puasanya sampai masuk bulan Romadhan berikutnya, maka tidak lepas dari dua keadaan .

1⃣ Ia menundanya karena ada udzur yang syar’i seperti sakit yang berkepanjangan sampai masuk Romadhan berikutnya, atau ibu hamil yang khawatir akan kandungannya dan ibu menyusui khawatir akan anaknya yang disusui, maka ia tidak berdosa , dan baginya hanya Qadho puasanya saja, sesuai dengan hari hari yang ia berbuka dibulan Romadhon

🖊Syaikh Al Allamah Al faqih Muhammad Al Utsaimin Rohimahullooh ditanya

ما حكم من أخر القضاء حتى دخل رمضان التالي ؟

Apa hukum mengakhirkan qodho sampai masuk Romadhan berikutnya .

Maka beliau menjawab

تأخير قضاء رمضان إلى رمضان التالي لا يجوز على المشهور عند أهل العلم ؛ لأن عائشة رضي الله عنها قالت : ( كان يكون عليَّ الصوم من رمضان فلا أستطيع أن أقضيه إلا في شعبان ) وهذا يدل على أن لا رخصة بعد رمضان الثاني ،

Mengakhirkan Qadho Romadhan sampai Romadhan berikutnya , tidak boleh menurut pendapat mayshur di kalangan para ulama, sebab Aisyah Radhiyallahu Anha ,ia berkata :

Dulu saya pernah punya utang puasa Ramadhan. Maka sayapun tidak mampu mengqadho kecuali di bulan sya’ban.

Ini menunjukkan bahwa tidak ada keringanan setelah Romadhan yang kedua .

📚 Majmu’ fatawa 19/soal 357.

Dan beliau Rohimahullooh juga ditanya

امرأة أفطرت في رمضان للنفاس ، ولم تستطع القضاء من أجل الرضاع حتى دخل رمضان الثاني ، فماذا يجب عليها ؟

Seorang wanita yang berbuka di bulan Ramadhan karena nifas, dan tidak mampu mengqadhonya karena menyusui sampai masuk bulan Romadhon yang kedua , maka apa yang wajib atasnya.??

Beliau menjawab

الواجب على هذه المرأة أن تصوم بدل الأيام التي أفطرتها ولو بعد رمضان الثاني ؛ لأنها إنما تركت القضاء بين الأول والثاني للعذر ، لكن إن كان لا يشق عليها أن تقضي في زمن الشتاء ولو يوماً بعد يوم : فإنه يلزمها ذلك ، وإن كانت ترضع ، فلتحرص ما استطاعت على أن تقضي رمضان الذي مضى قبل أن يأتي رمضان الثاني ، فإن لم يحصل لها فلا حرج عليها أن تؤخره إلى رمضان الثاني .

” مجموع فتاوى الشيخ ابن عثيمين ” ( 19 / السؤال 360 ) .

Yang wajib atas wanita tersebut adalah berpuasa sebagai ganti dari hari hari yang ia berbuka , walaupun setelah Ramadhan yang kedua, sebab ia meninggalkan qodho antara Romadhan yang pertama dan Romadhan yang kedua karena ada udzur, akan tetapi jika tidak memberatkan atas dirinya untuk mengqodohnya pada musim dingin ,walaupun sehari berpuasa ,setelah sehari berbuka, maka diharuskan untuknya hal itu.

Dan jika ia adalah wanita yang menyusui, maka hendaknya ia bersemangat sesuai kemampuan sebelum datang Romodhan yang kedua . Dan jika tidak bisa terwujud puasa Qadho untuknya ,maka tidak ada dosa atasnya dalam mengakhirkan Qadho sampai bulan Romadhan yang ke-dua.

📚 Majmu fatawa 19/soal 360

2⃣. Keadaan kedua ,ia menunda qadhonya tanpa ada udzur yang syar’i seperti bermalasan dan bergampangan, dan memungkinkan untuk mengqadhonya sebelum masuk Romadhan berikutnya, maka dalam ini ia berdosa .

Sebagaimana yang difatwakan ulama.

🖊Berkata Syaikh Al Allaamah Al Utsaimin Rohimahullooh

فإن فعل بدون عذر فهو آثم ، وعليه أن يبادر بالقضاء بعد رمضان الثاني ،

Dan jika ia mengakhirkan Qadhonya tanpa ada udzur, maka ia berdosa , dan wajib atasnya ia bersegera mengqodohnya setelah Romadhan yang kedua

📚 Majmu fatawa 19 soal 357.

Akan tetapi pada kondisi yang kedua ini , para ulama berselisih , apakah wajib juga baginya membayar fidyah dengan memberikan makan pada orang miskin bersamaan dengan mengqadho puasa ???

1⃣ Pendapat pertama , wajib baginya kaffarah dengan memberikan fidyah ( makan pada orang miskin pada tiap harinya ) dan ini adalah pendapat jumhur ulama

🖊Berkata imam As-Syaukan Rohimahullooh

قوله صلى الله عليه وسلم: “ويطعم كل يوم مسكينًا”: استدل به وبما ورد في معناه مَن قال: بأنها تلزم الفدية من لم يصم ما فات عليه في رمضان حتى حال عليه رمضان آخر، وهم الجمهور، ورُوي عن جماعة من الصحابة؛ منهم: ابن عمر، وابن عباس، وأبو هريرة. وقال الطحاوي عن يحيى بن أكثم قال: وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا

Adapun Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ويطعم كل يوم مسكينا

“Dia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin setiap hari”,

Pada hadits ini dan hadits yang datang semisal dengan maknanya, dijadikan dalil ulama yang berpendapat bahwa :.

Diharuskan membayar fidyah bagi orang Yang tidak berpuasa yang ia luput atasnya pada bulan Romadhan, sampai terhalangi lagi atasnya ramadhan berikutnya. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama, dan ini diriwayatkan dari sekelompok sahabat, diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah.
At-Thahawi berkata dari Yahya bin Akhtsam, ia mengatakan,

Aku mendapatkan dari 6 sahabat , dan aku tidak mengetahui atas mereka penyelisihan dari sahabat lain

📚Nailul Authar, 4/278.

2⃣. Pendapat kedua ,
hanya wajib qadha, dan tidak ada fidyah .


🔎 Dan Pendapat kedua adalah Pendapat yang kuat .

والصحيح : أنه لا يلزمه إطعام ؛ لأن الله عز وجل يقول : ( وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ) فلم يوجب الله سبحانه وتعالى سوى القضاء .

Dan yang shohih adalah bahwa ia tidak diharuskan memberi makan bagi orang miskin, sebab Allooh telah berfirman

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

Maka pada ayat ini Alloh tidak mewajibkan selain Qadho saja .

📚 Majmu fatawa 19/ soal 357.

Dan ini yang dikuatkan oleh imam Al Albani Rohimahullooh

هناك قول، ولكن ليس هناك حديث مرفوع

Di sana ada pendapat (yang mewajibkan fidyah memberi makan,) akan tetapi tidak ada hadits yang marfu'(sampai pada Rasulullooh)

📚al Mausu’ah al Fiqhiyah al-Muyassarah, 3/327

🖊Dan ini adalah pendapatnya imam Bukhori dalam shohihnya beliau berkata :

قَالَ إِبْرَاهِيمُ -يعني : النخعي- : إِذَا فَرَّطَ حَتَّى جَاءَ رَمَضَانُ آخَرُ يَصُومُهُمَا وَلَمْ يَرَ عَلَيْهِ طَعَامًا ، وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مُرْسَلا وَابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُطْعِمُ .

ثم قال البخاري : وَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهُ الإِطْعَامَ ، إِنَّمَا قَالَ : ( فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ) اهـ

Berkata Ibrohim yakni an_nakhai , jika seorang menelantarkan (qadhonya) sampai masuk Romadhan berikutnya, yang ia akan berpuasa , maka ia berpendapat tidak ada atasnya fidyah memberi makan , dan disebutkan dari abu Hurairah secara Mursal dan Ibnu Abbas , bahwa orang itu memberikan makan. Kemudian imam Bukhori Berkata , Alloh tidak menyebutkan memberi makan, akan tetapi Allooh berfirman

maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

🖊 Berkata Asy Syaikh Al Allaamah Al Utsaimin Rohimahullooh

وأما أقوال الصحابة فإن في حجتها نظراً إذا خالفت ظاهر القرآن ، وهنا إيجاب الإطعام مخالف لظاهر القرآن ، لأن الله تعالى لم يوجب إلا عدة من أيام أخر ، ولم يوجب أكثر من ذلك ، وعليه فلا نلزم عباد الله بما لم يلزمهم الله به إلا بدليل تبرأ به الذمة ، على أن ما روي عن ابن عباس وأبي هريرة رضي الله عنهم يمكن أن يحمل على سبيل الاستحباب لا على سبيل الوجوب ، فالصحيح في هذه المسألة أنه لا يلزمه أكثر من الصيام إلا أنه يأثم بالتأخير . اهـ

الشرح الممتع (6/451) .

Adapun pendapat Pendapat sahabat , maka hujjah hujjahnya perlu lagi tinjauan kembali jika menyelisihi dzhohir Al Qur’an, sebab Allooh tidak mewajibkan kecuali berpuasa pada hari hari yang dia tinggalkan, dan Allooh tidak mewajibkan lebih banyak dari itu, , maka atas dasar inilah , maka kita tidak mengharuskan hamba hamba Allah, dengan apa yang Allah tidak mengharuskan dengannya kecuali dengan dalil, yang tanggungan dosa terlepas darinya.

Dan atas apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan abu Hurairah Radhiyallahu Anhum, memungkinkan untuk dibawa pada maksud sekedar dianjurkan bukan diwajibkan .

Maka yang shohih dalam masalah ini tidak diharuskan untuknya lebih banyak dari sekedar puasa saja, kecuali ia akan berdosa karena penundaan (tanpa ada udzur)

📚 Syarh mumti’i 6/451


✍ Di susun oleh

Abu Hanan As-Suhaily Utsman as Sandakany

14 Sya’ban 1440 – 20 April 2019

‎┈┉┅━❀🍃🌹🍃❀━┅┉┈

https://t.me/Nashihatulinnisa/2826

*simak dan sebarkan chanel telegram @ilmui* (https://t.me/ilmui)

Penulis: Admin

Ingatlah bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah

Tinggalkan komentar