KEUTAMAAN SAHABAT radhiallaahu ‘anhum

Bila anda ditanya siapakah sahabat itu ?
 Maka katakanlah sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallam,

– Bila anda ditanya siapakah sahabat itu ?
– Maka katakanlah sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan demikian, maka yang wajib diyakini tentang mereka yaitu bahwa para sahabat adalah sebaik-baiknya umat dan generasi, karena mereka terlebih dahulu beriman, menemani Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallam, berjihad bersama beliau, dan membawa serta menyampaikan syariat kepada orang-orang sesudah mereka, dan kita diperintahkan mengikuti mereka dan tidak boleh mencela atau menyebarkan aib mereka. Allah memuji mereka dalam firman-Nya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (Surah At-Taubah (pengampunan): 100), dan Allah ta’ala berfirman (terjemahnya): “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (Surah Al-Hasyr (pengusiran): 8-9)
– Hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullaah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Sebaik-baik umatku adalah yang hidup pada kurun sahabatku, kemudian setelah kurun mereka (tabiin), kemudian setelah kurun mereka (tabiit tabiin). Kemudian akan datang suatu kaum di mana kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”. (Shahih Muslim No.2537) Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Janganlah kamu mencaci-maki para sahabatku, Janganlah kamu mencaci-maki para sahabatku, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya. Walaupun salah seorang kamu membelanjakan emas sebesar gunung Uhud, hal itu tidak dapat menandingi satu bahkan setengah mud (1 mud=543 gram) salah seorang mereka.” (Shahih Muslim No.2540)
– Kesimpulan: Para sahabat adalah sebaik-baiknya umat dan generasi, karena mereka terlebih dahulu beriman, menemani Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallam, berjihad bersama beliau, dan membawa serta menyampaikan syariat kepada orang-orang sesudah mereka, maka kita tidak boleh mencela atau menyebarkan aib mereka.

Perkataan Ulama Salaf Dalam Mencela Bid’ah

1. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:

اَلْإِقْتِصَادُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الْإِجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ

Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada bersungguh-ungguh dalam melaksanakan bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimi)

dan beliau juga berkata:

اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Ittiba’lah kalian dan jangan kalian berbuat bid’ah karena sesungguhnya kalian telah dicukupi, dan setiap bid’ah adalah kesesatan”. (Riwayat Ad-Darimi no. 211 dan dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam ta’liq beliau terhadap Kitabul Ilmi karya Ibnul Qoyyim)

2. ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya baik”. (Riwayat Al-Lalika`i dalam Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah)

3. Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata:

فَإِيَّاكُمْ وَمَا يُبْتَدَعُ, فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلاَلَةٌ

Maka waspadalah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena sesungguhnya apa-apa yang diada-adakan adalah kesesatan”. (Riwayat Abu Daud no. 4611)

4. Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma pernah berkata kepada Utsman bin Hadhir:

عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِسْتِقَامَةِ, وَاتَّبِعْ وَلاَ تَبْتَدِعْ

“Wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah dan beristiqomah, ittiba’lah dan jangan berbuat bid’ah”. (Riwayat Ad-Darimi no. 141)

5.Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

Barang siapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syari’at”.

6. Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam kitab beliau Ushulus Sunnah:

أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا اَلتَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وعلى آله وسلم وَالْإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ الْبِدَعَ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang para shahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka serta meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”.

7. Sahl bin ‘Abdillah At-Tasturi rahimahullah berkata:

مَا أَحْدَثَ أًحَدٌ فِي الْعِلْمِ شَيْئًا إِلاَّ سُئِلَ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, فَإِنْ وَافَقَ السُّنَّةَ سَلِمَ وَإِلاَّ فَلاَ

Tidaklah seseorang memunculkan suatu ilmu (yang baru) sedikitpun kecuali dia akan ditanya tentangnya pada hari Kiamat ; bila ilmunya sesuai dengan sunnah maka dia akan selamat dan bila tidak maka tidak”. (Lihat Fathul Bari: 13/290)

8. Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata:

أَمَّا بَعْدُ, أُوْصِيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَالْإِقْتِصَادْ فِي أَمْرِهِ, وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ, وَتَرْكِ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُوْنَ بَعْدَ مَا جَرَتْ بِهِ سُنَّتُهُ

Amma ba’du, saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan bersikap sederhana dalam setiap perkaraNya, ikutilah sunnah NabiNya Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tinggalkanlah apa-apa yang dimunculkan oleh orang-orang yang mengada-adakan setelah tetapnya sunnah beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam”. (Riwayat Abu Daud)

9. Abu Utsman An-Naisaburi rahimahullah berkata:

مَنْ أَمَّرَ السُّنَّةَ عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْحِكْمَةِ, وَمَنْ أَمَّرَ الْهَوَى عَلَى نَفْسِهِ قَوْلاً وَفِعْلاً نَطَقَ بِالْبِدْعَةِ

Barang siapa yang menguasakan sunnah atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan hikmah, dan barang siapa yang menguasakan hawa nafsu atas dirinya baik dalam perkataan maupun perbuatan maka dia akan berbicara dengan bid’ah”. (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah : 10/244)