BISMILLAH Dalam Surat Al Fatihah Dan Hukumnya di Dalam Sholat

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Kaitan BISMILLAH

Dalam Surat Al Fatihah

Dan Hukumnya di Dalam Sholat

Ditulis Oleh:

Al Faqir Ilalloh Abu Fairuz Abdurrohman Bin Sukaya

Aluth Thury Al Indonesy Al Qudsy

عفى الله عنه

Di Markiz Dakwah Salafiyyah

Darul Hadits Dammaj Sho’dah

Yaman

حرسها الله

مقدمة

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

﴿ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون﴾ .

﴿يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا﴾

﴿ يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما .﴾

أما بعد: فإن خير الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار .

Telah datang surat dari tanah air yang isinya menanyakan jawaban yang benar dalam masalah silang pendapat di kalangan ulama seputar bacaan basmalah di dalam Al Fatihah.

Dalam kesempatan yang sempit ini ana cukupkan dengan menukil sebagian dari kitab ana yang berjudul “Syarhus Sunnah Lil Imam Ats Tsauriy” yang telah mendapatkan pengantar dari pimpinan Darul Hadits di Dammaj: Fadhilatusy Syaikh Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al Hajuriy -hafizhohumulloh-, dan pengajar di sini: Asy Syaikh Abu ‘Amr Ahmad bin Abdil Karim Al Hajuriy Al ‘Umariy -hafizhohulloh-.

Sebelum ana mulai menerjemahkan cuplikan tadi, perlu ana sampaikan bahwasanya permasalahan ini merupakan perkara ijtihadiyyah yang lapang, yang dalam hal ini para ulama Ahlussunnah saling bertoleransi dalam perselisihan tersebut.

Berikut ini adalah cuplikan kitab yang ana sebutkan di atas:

Al Imam Sufyan Ats Tsauriy -rohimahulloh- setelah menyebutkan beberapa pokok As Sunnah berkata pada muridnya: “Wahai Syu’aib bin Harb, apa yang engkau tulis ini tidak bermanfaat bagimu sampai engkau meyakini bahwasanya membaca Bismillahir Rohmanir Rohim dengan pelan di dalam sholat itu lebih utama di sisimu daripada membacanya dengan keras.”

Penjelasan:

Al Imam Sufyan Ats Tsauriy -rohimahulloh- memasukkan masalah keras pelannya bacaan bismillah di dalam sholat jahriyyah (sholat yang bacaan Qur’annya dikeraskan seperti: sholat Subh, Maghrib, ‘Isya, Jum’ah, ‘Idain, gerhana dan semisalnya), dalam rangka membantah Rofidhoh yang menjadikan kerasnya bismillah sebagai syi’ar mereka( Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- berkata: “Banyak sekali kedustaan dalam hadits-hadits yang menyebutkan dikeraskannya bacaan Basmalah, karena Syi’ah menganggap disyariatkkannya bacaan Basmalah secara keras, dan memang mereka itu adalah kelompok yang paling pendusta. Mereka membikin-bikin hadits-hadits untuk mendukung pendapat mereka dan membikin kerancuan agama terhadap masyarakat. Oleh karena itulah didapati pada ucapan sebagian imam Ahlussunnah dari penduduk Kufah seperti Sufyan Ats Tsauriy yang menyebutkan pokok-pokok As Sunnah di antaranya adalah: mengusap khuf (sepatu yang menutupi mata kaki) saat berwudhu dan meninggalkan dikeraskannya bacaan basmalah, sebagaimana mereka juga menyebutkan mendahulukan Abu Bakar sebelum Umar, dan semisal itu, dikarenakan permasalahan ini termasuk dari syi’ar Rofidhoh. Karena itulah Abu Ali bin Abi Huroiroh –salah satu imam dari pengikut Asy Syafi’iy berpendapat untuk meninggalkan dikeraskannya bacaan basmalah, dan beliau berkata: dikeraskannya bacaan basmalah telah menjadi syiar para penyelisih sunnah.” (“Majmu’ul Fatawa”/22/hal. 423).

Pondasi bab ini adalah hadits Anas -rodhiyallohu ‘anhu-:

أن النبي صلى الله عليه و سلم وأبا بكر وعمر رضي الله عنهما كانوا يفتتحون الصلاة بالحمد لله رب العالمين.

“Bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- dan Abu Bakr serta Umar -rodhiyallohu ‘anhuma- selalu memulai sholat dengan Alhamdulillahirobbil ‘alamin.” (HR. Al Bukhoriy/Kitabul Adzan/Bab Ma Yaqulu Ba’dat Takbir/743/Daru Ibnu Hazm).

Dari Abdah dari Qotadah bahwasanya dia menulis surat kepadanya, mengabarinya dari Anas bin Malik bahwasanya beliau mengabarkan:

صليت خلف النبي صلى الله عليه و سلم، وأبي بكر، وعمر، وعثمان، فكانوا يستفتحون بالحمد لله رب العالمين لا يذكرون بسم الله الرحمن الرحم في أول قراءة ولا في آخرها.

“Aku sholat di belakang Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, mereka selalu membuka sholatnya dengan Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Mereka tidak menyebutkan bismillahirrohmanirrohim di awal bacaan atau di akhirnya.” (HR. Muslim (Kitabush Sholah/Bab Man qola la yajhar bil basmalah/399/Dar Ibnil Jauziy).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- berkata:

“Adapun sifat sholat dan termasuk dari syiarnya adalah masalah basmalah, maka sungguh orang-orang telah mengalami kegoncangan dalam masalah ini, ada yang menetapkan dan ada yang meniadakan, apakah dia itu ayat dari Al Qur’an, dan bagaimana bacaannya. Kedua kelompok tersebut telah menulis kitab-kitab, yang nampak dari sebagian perkataannya tadi ada sedikit kebodohan dan kezholiman, padahal permasalahannya itu ringan. Adapun pembentukan kelompok hanya karena masalah-masalah seperti ini merupakan syiar-syiar perpecahan dan perselisihan yang kita dilarang darinya, karena yang menarik mereka untuk berbuat semacam itu adalah kembalinya syiar-syiar yang memecah-belah umat. Jika tidak demikian, maka masalah-masalah ini adalah termasuk masalah khilaf yang paling ringan sekali, andaikata setan tidak mengajak kepada ditampakkannya syiar perpecahan.

Adapun masalah basmalah itu sebagai satu ayat dari Al Qur’an, maka satu kelompok –seperti Malik- berkata: “Basmalah itu bukan bagian dari Al Qur’an kecuali dalam surat An Naml.” Mereka memegang konsekuensi dari keyakinan itu bahwasanya para Shohabat meletakkan ke dalam mushaf kalimat yang bukan bagian dari kalamulloh dalam rangka mencari berkah.

Ada satu kelompok dari pengikut Ahmad yang menyatakan bahwasanya ini juga satu riwayat dari beliau –Al Imam Ahmad-. Terkadang sebagian orang dari mereka meyakini bahwasanya ini merupakan madzhab beliau.

Ada kelompok lain –di antaranya Asy Syafi’iy- yang berkata: “Tidaklah para Shohabat menulisnya di dalam Mushaf dengan pena Mushaf bersamaan dengan pembersihan Mushaf dari apa-apa yang bukan dari Al Qur’an kecuali dia itu adalah bagian dari surat, bersamaan dengan dalil-dalil yang lain.

Kebanyakan fuqoha ahli hadits –seperti Ahmad, dan para peneliti dari pengikut Abu Hanifah- mengambil jalan tengah dan berkata: “Penulisan basmalah di dalam Mushaf mengharuskan bahwasanya dia itu bagian dari Al Qur’an karena kita semua telah tahu bahwasanya para Shohabat itu tidak menulis di dalam Mushaf apa-apa yang bukan Al Qur’an. Akan tetapi hal itu tidak mengharuskan basmalah tadi bagian dari surat. Bahkan dia itu merupakan ayat tersendiri yang diturunkan di awal setiap surat, sebagaimana ditulis oleh para Shohabat dalam satu baris yang terpisah, sebagaimana ucapan Ibnu ‘Abbas:

كان لا يعرف فصل السورة السورة حتى ينزل بسم الله الرحمن الرحيم.

“Dulunya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- tidak mengetahui pemisah antara satu surat dengan surat yang lain sampai turun Bismillahirrohmanirrohim.”(Maka menurut mereka tadi Basmalah adalah ayat dari Kitabulloh di awal setiap surat yang tertulis di Mushaf, tapi bukan bagian dari surat-surat tadi. Inilah nash (yang jelas dan pasti) dari Ahmad di beberapa sumber. Dan tidak didapatkan dari beliau penukilan yang jelas yang menyelisihi hal ini. Ini juga pendapat Abdulloh Ibnul Mubarok dan yang lainnya, dan ini merupakan pendapat yang paling tengah dan adil.

Demikian pula perkaranya dalam masalah bacaan Basmalah di dalam sholat. Satu kelompok –seperti Malik dan Al Auza’iy- tidak membacanya baik secara pelan-pelan ataupun keras.

Satu kelompok lagi –seperti pengikut Ibnu Juroij dan Asy Syafi’iy- membacanya dengan keras.

Dan kelompok ketiga yang pertengahan adalah mayoritas dari para fuqoha ahlil hadits bersama dengan fuqoha ahlur ro’yi, mereka membaca Basmalah dengan perlahan, sebagaimana dinukilkan dari mayoritas Shohabat. Bersamaan dengan itu Ahmad melaksanakan apa yang diriwayatkan dari Shohabat dalam bab ini, yaitu disunnahkan untuk mengeraskan Basmalah demi maslahat yang lebih berat, sampai-sampai beliau menegaskan bahwasanya barangsiapa sholat di Madinah hendaknya dia mengeraskan Basmalah. Sebagian sahabatnya berkata: “Karena mereka mengingkari orang yang membacanya dengan keras.”(Dan disunnahkan bagi seseorang yang ingin melunakkan hati masyarakat untuk meninggalkan perkara-perkara mustahabbah (yang dianjurkan dan tidak sampai wajib) ini karena maslahat pelunakan hati di dalam agama ini lebih besar daripada maslahat pelaksanaan perkara seperti itu tadi, sebagaimana Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- meninggalkan perubahan bangunan Ka’bah, karena jika Ka’bah dibiarkan tetap seperti itu hati-hati orang Quroisy dan yang lainnya bisa dilunakkan(Dan sebagaimana Ibnu Mas’ud mengingkari Utsman karena sholat di perjalanan secara sempurna (tidak meng-qoshor), lalu dia sendiri sholat di belakang Utsman secara sempurna dan berkata: “Perselisihan itu jelek”(Ini sungguh merupakan pendapat yang bagus, akan tetapi maksud Ahmad adalah bahwasanya penduduk Madinah itu dulu tidak membaca Basmalah, maka beliau membacanya dengan keras untuk menjelaskan pada mereka bahwasanya membacanya itu sunnah, sebagaimana Ibnu ‘Abbas membaca Ummul Kitab (Al Fatihah) dengan keras saat sholat jenazah, dan beliau berkata: “Agar kalian tahu bahwasanya hal ini adalah sunnah(Oleh karena itulah dinukilkan dari kebanyakan Shohabat yang meriwayatkan bacaan keras dari beliau -shollallohu ‘alaihi wasallam- bahwasanya mereka sendiri membacanya dengan pelan, seakan-akan mereka mengeraskan bacaan adalah untuk menunjukkan bahwasanya mereka itu membacanya juga, sebagaimana sebagian dari mereka membaca isti’adzah (A’udzubillahi minasy syaithonir rojim) dengan keras juga.

Sikap tengah dalam segala sesuatu adalah dengan jalan melaksanakan atsar-atsar tadi sesuai dengan dengan bentuknya. Karena tidak mungkin Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- mengeraskan bacaan tadi terus-menerus tapi kebanyakan Shohabat tidak menukilkan yang demikian itu. Justru telah pasti berita dari lebih dari satu Shohabat yang meniadakan bacaan Basmalah secara keras dari Nabi. Dan tidaklah ada berita yang tetap yang menentangnya kecuali memiliki beberapa kemungkinan.

Masalah tidak disyariatkannya bacaan Basmalah dengan keras, telah tetap berita dari beberapa Shohabat yang memakruhkan perbuatan itu, tapi juga membiarkannya, bersamaan dengan disyariatkannya mengeraskannya di dalam sholat sirriyyah (sholat yang bacaannya pelan) karena suatu keperluan, sebagaimana telah terdahulu pembahasannya.

Masalah dimakruhkannya bacaan Basmalah walaupun ada atsar yang tetap dari Shohabat yang menyebutkan bacaan tadi, dan sebagiannya diriwayatkan dari Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, dan masalah para Shohabat menulisnya di dalam Mushaf, dan masalah Basmalah itu diturunkan bersamaan dengan turunnya surat butuh pembahasan lebih lanjut, bersamaan dengan bahwasanya Basmalah itu jika dibaca di awal surat Nabi Sulaiman, maka pembacaannya di awal Kitabulloh adalah paling cocok. Maka seharusnya kita mengikuti atsar-atsar yang berbicara tentang masalah itu dengan lurus, saling bersikap lunak, dan sikap tengah, yang mana itulah perkara yang paling utama.

Kemudian tentang kadar sholat, para fuqoha hadits memilih sholat Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- yang beliau sering mengerjakannya. Itulah sholat yang pertengahan yang saling berdekatan, yang mana beliau mempersingkat berdiri dan duduknya, dan memanjangkan ruku’ dan sujudnya, menyamakan ruku’, sujud, dan I’tidalnya(«إني لأدخل فى الصلاة وأنا أريد أن أطيلها، فأسمع بكاء الصبي فأخفف لما أعلم من وجد أمه به»

“Sungguh aku masuk ke dalam sholat dan ingin memanjangkannya, lalu aku mendengar tangisan bayi maka akupun menyingkatnya karena aku tahu kegundahan ibunya karenanya.”(Sebagaimana beliau terkadang memanjangkannya karena suatu sebab, sebagaimana Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- membaca pada sholat Maghrib dengan surat yang terpanjang(Di antara fuqoha ada juga yang tidak menganggap mustahab pemanjangan I’tidal dari ruku’ dan sujud. Dari mereka ada yang menganggapnya sebagai rukun yang singkat dibangun dari anggapan bahwasanya I’tidal tadi itu disyariatkan sebagai penyerta saja dalam rangka sebagai pemisah dan bukan sebagai tujuan. Di antara mereka ada yang menyamakan antara dua rekaat yang pertama, ada juga yang menganggap mustahab bahwasanya imam tidak membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud lebih dari tiga tasbih. Ada juga pendapat-pendapat yang lain.” (“Majmu’ul Fatawa”/22/hal. 405 dst).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- juga berkata: “Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Adapun hadits Anas tentang peniadaan jahr (baca basmalah dengan keras), maka hadits tadi jelas sekali dan tidak bisa dita’wilkan seperti itu, karena diriwayatkan oleh Muslim dalam “Shohih” beliau, Anas berkata:

“Aku sholat di belakang Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, mereka selalu membuka sholatnya dengan Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Mereka tidak menyebutkan bismillahirrohmanirrohim di awal bacaan atau di akhirnya.” (sudah lewat di awal kitab ini, HR. Muslim (399)).

Peniadaan seperti ini tidak boleh dilakukan kecuali berdasarkan ilmu tentang hal itu. Tidak boleh ditiadakan hanya semata-mata karena beliau tidak mendengarnya, bersamaan dengan kemungkinan Nabi membacanya dengan keras tapi beliau tidak mendengarnya.

Dan lafazh lain yang ada di “Shohih Muslim”:

صليت خلف النبي وأبي بكر وعمر وعثمان فلم أسمع أحداً منهم يجهر أو قال يصلى ببسم الله الرحمن الرحيم.

“Aku sholat di belakang Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, tapi aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca keras –atau berkata: sholat dengan bismillahirrohmanirrohim.”

Di sini beliau meniadakan pendengaran basmalah. Andaikata hadits Anas tadi tidak diriwayatkan kecuali dengan lafazh ini, tidak boleh dita’wilkan bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- dulu membacanya dengan keras tapi tidak didengar oleh Anas, dari beberapa sisi:

Sisi pertama: Bahwasanya Anas hanyalah meriwayatkan ini untuk menjelaskan pada mereka apa yang sering dikerjakan oleh Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam-, karena orang-orang tidaklah butuh untuk tahu apakah Anas mendengar ataukah tidak selain untuk menjadikan tidak mendengarnya beliau bacaan basmalah tadi sebagai dalil tentang tidak dikeraskannya basmalah. Andaikata apa yang disebutkan beliau tadi tidak bisa jadi dalil peniadaan, tak mungkin Anas meriwayatkan perkara yang tidak berfaidah buat mereka, dan tak akan mereka meriwayatkan hadits yang tak berfaidah buat mereka seperti ini.

Sisi kedua: Lafazh seperti ini di dalam adat kebiasaan menjadi penunjuk tentang tidak adanya perkara yang tidak diketahui. Jika seseorang berkata: “Kami tidak mendengar” atau “kami tidak melihat” terhadap sesuatu yang biasanya bisa didengar atau dilihat, maka maksudnya dengan gaya ucapan tadi adalah: peniadaan wujud dari sesuatu tadi. Ungkapan ketidaktahuan seperti tadi merupakan dalil peniadaan wujud dari sesuatu tadi. Sudah diketahui bersama bahwasanya ungkapan tadi adalah dalil terhadap perkara yang adat kebiasaan itu bisa mengetahuinya. Ini menjadi jelas dengan sisi yang ketiga.

Sisi ketiga: Anas itu selalu melayani Nabi -shollallohu ‘alaihi wasallam- sejak kedatangan beliau ke Madinah sampai beliau wafat(Kemudian beliau juga menyertai Abu Bakr, Umar dan Utsman, mengurusi berbagai urusan untuk Abu Bakr dan Umar, dan tidak mungkin bersamaan dengan panjangnya masa pemerintahan mereka(Maka dengan ini jelaslah bahwasanya barangsiapa mengartikan hadits tadi bahwasanya: “mereka membacanya dengan keras tapi Anaslah yang barangkali tidak mendengar”, maka yang demikian itu adalah penyelewengan makna hadits, bukan lagi ta’wil, meskipun tidak diriwayatkan kecuali lafazh tadi. Bagaimana sementara lafazh yang lain terang-terangan meniadakan penyebutan basmalah? Maka lafazh yang ini lebih utama daripada riwayat tadi. Dan kedua riwayat ini meniadakan ta’wil orang yang mena’wilkan ucapannya: (يفتتحون الصلاة بالحمد لله رب العالمين)

“Mereka selalu membuka sholatnya dengan Alhamdulillahirobbil ‘alamin”

Bahwasanya maksud Anas adalah: surat(Karena ucapan beliau:

يفتتحون بالحمد لله رب العالمين، لا يذكرون بسم الله الرحمن الرحيم فى أول قراءة ولا فى فى آخرها

“Mereka selalu membuka sholat mereka dengan Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Mereka tidak menyebutkan bismillahirrohmanirrohim di awal bacaan atau di akhirnya.”

Ini adalah kalimat yang terang dan jelas bahwasanya maksud beliau adalah bahwasanya mereka itu selalu membuka sholat mereka dengan ayat BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, bukan dengan surat Al fatihah yang awalnya adalah BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, karena jika maksud Anas adalah surat Al Fatihah, pastilah kedua hadits beliau tadi akan bertolak belakang.

Lagi pula, andaikata pembukaan sholat dengan fatihah itu sebelum pembacaan surat, maka yang demikian itu merupakan pengetahuan yang telah nampak dan umum, yang diketahui oleh orang khusus (ulama) dan awam, sebagaimana mereka tahu bahwasanya ruku’ itu sebelum sujud. Seluruh imam selain Nabi, Abu Bakr, Umar dan Utsman juga menjalankan ini. Tak ada faidahnya penukilan semacam ini. Dan ini juga merupakan perkara tidak membutuhkan penukilan Anas dalam keadaan mereka menanyainya tentang ini. Dan ini memang bukanlah perkara yang perlu ditanyakan(أن النبي كان يفتتح الصلاة بالتكبير والقراءة بالحمد لله رب العالمين إلى آخره

“Bahwasanya Nabi selalu memulai sholat dengan takbir dan bacaan Alhamdulillahirobbil ‘alamin dan seterusnya.”(Diriwayatkan juga: “Beliau memulai bacaan dengan Alhamdulillahirobbil ‘alamin, Arrohmanirrohim, Malikiyaumiddin.”(Riwayat ini terang sekali bahwasanya yang diinginkan dari kalimat: Alhadulillahirobbil ‘alamin adalah ayat,(bersamaan penjelasan ini semua, tidak ada di dalam hadits Anas peniadaan bacaan Basmalah secara pelan-pelan, karena beliau juga meriwayatkan:

فكانوا لا يجهرون ببسم الله الرحمن الرحيم،

“Mereka itu tidak mengeraskan Bismillahirrohmanirrohim.”

Beliau hanya meniadakan pembacaan basmalah secara keras.”

Selesai sampai di sini penukilan dari ucapan Syaikhul Islam di “Majmu’ul Fatawa” (22/hal. 410- 414).

Telegram channel untuk umum:

https://t.me/ilmui

https://t.me/iipdf

https://t.me/kebenaran1

https://t.me/bidahTN

Grup Telegram Ilmui

Gabung grup nasehat hari ini:

NASEHAT HARI INI

Silahkan klik untuk gabung di grup wa interaktif ﻃﻼﺏ ﺍﻟﻌﻠﻢ :

GABUNG GRUP (KHUSUS IKHWAN).

Gabung Grup Bahasa Arab Nahwu Pemula

Penulis: Admin

Ingatlah bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah

52 tanggapan untuk “BISMILLAH Dalam Surat Al Fatihah Dan Hukumnya di Dalam Sholat”

  1. tidak berani kasih comentar karna takut kualat, .. ..

    Jadi numpang sedot ilmunya saja, .. ..
    Hehe, maaf, .. ..

    Suka

  2. wah ternyata saudaraku ini fanatik dengan ibnu taimiyah,kalau gitu ya ana menyerah deh,lha wong ibnu taimiyah itu memang orang baik,tapi sering juga ibnu taimiyah itu ndak masuk akal.ada contohnya cuma ana dak bawa bukunya seh.jadi untuk saudaraku mempelajari pemahaman ibnu taimiyah itu baik tapi alangkah baiknya juga mempelajari kitab non ibnu taimiyah… tujuanya hanya sebagai pembanding.kenapa di ibnu taimiyah nggak boleh di lainnya kok boleh,saya kira ulama lainnya pun ndak bego bego amat kok dalam memecahkan masalah kaum muslimin sebaliknya juga ibnu taimiyah juga nggak pintar pintar amat dlm memecahkan masalh kaum muslimin

    Suka

  3. @jhon |
    mas setuju banget mas jadi gak bakalan bisa d apusi kan ada pembangingnya dan g mrasa paling bener kan ada pembandingnya
    krana klo ga da pembangdingnya biasanya mrasa super sih

    Suka

  4. Setiap orang yang melakukan sholat diwajibkan membaca Basmalah pada awal surat Al-Fatihah karena basmalah merupakan ayat pertama darinya. Hal tersebut didasarkan pada hadits shohih dan kuat dari Rasulallah saw.. Antara lain yang dikemukakan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulalallah saw. bersabda: “Jika kamu sekalian membaca Alhamdulillah, maka bacalah Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim. Sesungguhnya Al-Fatihah itu Ummu Al- qur’an (induk Alqur’an), Ummul-Kitab (induk Kitab), As-Sab’ Al-Matsani dan Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim. Adalah salah satu ayatnya”. (HR.Daruquth- ny [I:312], Imam Baihaqi [II:45] dan lain-lainnya dengan isnad shohih baik secara marfu’ mau pun secara mauquf)
    Diriwayatkan dari Ummu Salamah ra. bahwa, “Rasulallah saw. membaca Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim dalamn sholat, dan beliau menganggapnya sebagai satu ayat…”. (HR.Abu Dawud dalam as-Sunan [IV:37], Imam Daraquthni [I:307], Imam Hakim [II:231], Imam Baihaqi [II:44] dan lain-lainnya dengan isnad shohih).
     Imam Ishak bin Rahuwiyah pernah ditanya tentang seseorang yang meninggalkan Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim. Maka dia menjawab; “Siapa yang meninggalkan ba’, atau sin, atau mim dari basmalah, maka sholatnya batal, karena Al-hamdu (Al-Fatihah) itu tujuh ayat”. (Hal ini akan ditemukan pada kitab Sayr A’lam Al-Nubmala’ [XI:369] karangan Ad-Dzahabi).
     Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Abu Hurairah [ra] serta yang lainnya: “ Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw. menjaharkan (bacaan) Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim”. (Hadits dari Ibnu ‘Abbas, diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam Kasyf Al-Atsar [I:255]; Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra [II:47] dan dalam kitab Ma’rifat As-Sunan wa Al-Atsar [II:308] dan lain-lainnya ; Al-Haitsami dalam Mujma’ Al-Zawaid [II:109] mengatakan, hadits tersebut di riwayatkan oleh Al-Bazzar dan rijal-nya mautsuuquun (terpercaya) ; Al-Daraquthni [I:303-304] telah meriwayatkan dalam berbagai macam isnad siapa pun yang menemukannya tidak akan meragukan keshohihannya. Rincian pem- bicaraannya dapat dilihat pada jilid III dari At-Tanaqudhat. Ada pun hadits dari Abu Hurairah ra., diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Al-Mustadrak-nya [I:232] dan perawi lainnya. Haditsnya shohih. Al-Dzahabi rupanya berusaha me lemahkan hadits tersebut dalam Talkhish Al-Mustadrak. Dia mengatakan, ‘Muhammad itu dhaif’, yang dia maksud adalah Muhammad bin Qais, padahal tidak demikian. Muhammad bin Qais sebetulnya orang baik dan terpercaya, termasuk rijal (sanad) Imam Muslim sebagaimana disebutkan dalam Tahdzib At-Tahdzib [IX:367]. Disitu disebutkan Muhammad bin Qais diakui mautsuuq oleh Ya’qub bin Sufyan Al-Fusawi dan Abu Dawud, Al-Hafidh pun mengakui hal itu juga dalam At-Taqrib-nya).
     Disebutkan dalam shohih Bukhori [II:251 dalam Al-Fath al-Bari], bahwa Abu Hurairah ra. berkata: “Pada setiap sholat dibaca (Al-Fatihah dan surah—Red.). Apa yang yang beliau perdengarkan (jaharkan) maka kami pun memper- dengarkannya (menjaharkannya), dan apa yang beliau samarkan (lirihkan), maka kami pun menyamarkannya (melirihkannya)…”.
    Perkataan orang yang menyebutkan bahwa Rasulallah saw. kadang-kadang melirihkan dan kadang-kadang menjaharkan (bacaan basmalah), itu tidak benar. Karena mereka juga berdalil dengan hadits-hadits mu’allal yang ditolak. Bahkan sebagiannya hanya disimpulkan dari hasil pemahaman (al-mafhum) yang berlawanan dengan hadits al-manthuq, yang jelas menyatakan adanya menjahar bacaan basmalah. Sedangkan yang manthuq itu harus didahulukan atas yang mafhum, sebagaimana ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih

    Suka

    1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh- berkata: “Banyak sekali kedustaan dalam hadits-hadits yang menyebutkan dikeraskannya bacaan Basmalah, karena Syi’ah menganggap disyariatkkannya bacaan Basmalah secara keras, dan memang mereka itu adalah kelompok yang paling pendusta. Mereka membikin-bikin hadits-hadits untuk mendukung pendapat mereka dan membikin kerancuan agama terhadap masyarakat. Oleh karena itulah didapati pada ucapan sebagian imam Ahlussunnah dari penduduk Kufah seperti Sufyan Ats Tsauriy yang menyebutkan pokok-pokok As Sunnah di antaranya adalah: mengusap khuf (sepatu yang menutupi mata kaki) saat berwudhu dan meninggalkan dikeraskannya bacaan basmalah, sebagaimana mereka juga menyebutkan mendahulukan Abu Bakar sebelum Umar, dan semisal itu, dikarenakan permasalahan ini termasuk dari syi’ar Rofidhoh. Karena itulah Abu Ali bin Abi Huroiroh –salah satu imam dari pengikut Asy Syafi’iy berpendapat untuk meninggalkan dikeraskannya bacaan basmalah, dan beliau berkata: dikeraskannya bacaan basmalah telah menjadi syiar para penyelisih sunnah.” (“Majmu’ul Fatawa”/22/hal. 423).

      Suka

    2. basmalah memang dibaca, tapi tidak dengan suara keras. baca artikelnya sekali lagi

      Suka

    3. CUKUPLAH NABI & PARA SAHABATNYA SEBAGAI USWATUN HASANAH

      Hadits Anas -radhiyallahu ‘anhu-:
      ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻭﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﻭﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻔﺘﺘﺤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ .
      “Bahwasanya Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan Abu Bakr serta Umar -radhiyallahu ‘anhuma- selalu memulai sholat dengan Alhamdulillahirabbil‘alamin.”
      ■(HR. Al Bukhoriy/Kitabul Adzan/Bab Ma Yaqulu Ba’dat Takbir/743/Daru Ibnu Hazm)■

      Dari Abdah dari Qotadah bahwasanya dia menulis surat kepadanya, mengabarinya dari Anas bin Malik bahwasanya beliau mengabarkan:
      ﺻﻠﻴﺖ ﺧﻠﻒ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ، ﻭﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ، ﻭﻋﻤﺮ، ﻭﻋﺜﻤﺎﻥ، ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﻔﺘﺤﻮﻥ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻻ ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻢ ﻓﻲ ﺃﻭﻝ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺁﺧﺮﻫﺎ
      “Aku sholat di belakang Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, mereka selalu membuka sholatnya dengan Alhamdulillahirabbil‘alamin. Mereka tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan atau di akhirnya.”
      ■(HR. Muslim/Kitabush Sholah/Bab Man qala la yajhar bil basmalah/399/Dar Ibnil Jauziy)■

      Suka

  5. ati2 syi’ah rofidhoh. “carilah buku/kitab “Laukana Khoiron” penulisnya Ust. Abdul Hakim Abdat.

    Suka

  6. Alhamdulillah,terima kasih bagi yg pro maupun kontra,telah memberikan informasi dgn alasan alasannya,menurut saya yang penting adalah tdk menyalahkan orang lain,merasa benar sendiri,marilah berjalan dengan keyakinan masing masing dengan tetap pada kerukunan satu umat islam

    Suka

  7. Kalo saya mah baca basmalah dan ikutan imam didepan. Kalau imam membaca basmalah dijaharkan ya baik, kalau di lunakkan ya baik..slow aja kali yang penting baca basmalah..yang rukun supaya rahmatan lil alamiin

    Suka

  8. subhanalloh…..ana orang awam,jadi semakin semangat untuk menuntut ilmu,semoga alloh senantiasa memberikan petunjuk-NYA……berdebat bukan jalan keluar,ukhuwah islamiyah yg utama.

    Suka

  9. mana yang bener mana yang salah hanya ALLAH yang tahu. kita jalanka aja sesuai dengan keyakinan masing-masing

    Suka

  10. Alhamdulillah tambahan ilmunya , permasalahan ini sesungguhnya bukan hal baru, namun yang perlu diperhatikan kalau sedang sholat dengan jamaah yang ahli bid’ah yang mempunyai dalil pokoknya, kalau tidak rame tidak kedengaran orang, katanya kurang apdol, ini yang yang jadi masalah karena di Indonesia mayoritas jamaahnya kesenangannya pamer, riak inilah kenyataanya.

    Suka

    1. Abdul latief –>> sok banget nie orang, yang mengatakan mayoritas jamaah di indonesia ahli bid’ah dan senang pamer.Dia sendiri dapat ilmu jg cuma karena membaca buku terjemahan dlm berbahasa indonesia (ini keterbatasan yg fatal) dan dengar orang kutbah di masjid pas shalat jum,at jg dengar dr kultum2 gitu. coba intropeksi saja, kl pny waktu masuk institusi yg khusus mengajarkan secara bijak. Tidak hanya mengajarkan satu paham/aliran saja

      Suka

  11. lalu kenapa ayat yg pertama turun kpd Baginda Nabi Muhammad SAW berbunyi : Iqra’ Bismirabbikallaji : artinya : Bacalah dengan nama Tuhan mu. bukankah itu dalil yang jelas !!!!!

    Suka

    1. pembhasan di atas tentang Surah Alfatihah, menurut anda Alfatihah itu jumlah ayatnya ada berapa? dan di awalin dengan bacaan Apa?

      Suka

  12. “ibnu taimiyah juga nggak pintar pintar amat dlm memecahkan masalh kaum muslimin”, subhanallah, setinggi tingginya orang berilmu tentu akan berfikir 2000x untuk mengucapkan hal tersebut apalagi kepada mujtahid besar.

    Suka

  13. Emangnya ulamaknya orang yg gak mau memasukkan basmalah bagian dari Alfatihah itu cuma ibnu Taymiyah gitu

    Suka

  14. Kalau saya .sholat jama ah imam gak baca basmasalah di denger ma .mum rasanya kayak gk sah.

    Suka

  15. Ada hadis mengatakan: Kalau ada dua pendapat yang meragukan lebih baik ditinggalkan (diabaikan) saja

    Suka

  16. Yg penting tetap sholat , mau pakai atau tidak, keras atau tidak yg paling pokok sholatnya bukan perdebatanya

    Suka

  17. Jgn karna permasalahan bismillah kita tinggalkan sholat ,ingat kita pakai akal kita, malaikat benar karna akal , manusia kadang benar kadang salah karna akal dan nafsu , binatang selalu salah karna hanya punya nafsu ok bro, amin

    Suka

  18. Kalo Imam Di Masjidil Haram & Masjid Nabawi pake Bismillah gk kalo sholat…? soalnya kan gk sembarangan kalo mejadi Imam di ke-dua masjid tersebut..!
    maksudnya bisa dijadikan referensi jawaban atas perbedaan masalah Bismillah di dalam sholat

    Suka

    1. Yang ingin niru shalatnya orang Makkah ”sekarang”,silahkan hidup disana.
      Jangan di Indonesia!

      Suka

      1. pake bismillaah tapi tidak dikeraskan sebagaimana penjelasan artikel diatas, walhamdulillaah

        Suka

        1. mungkin untuk pembacaan terhadap surat lain bisa di benarkan, akan tetapi bila dalam Alfatihah tetap di-zahar-kan karena bagian dari surat Alfatihah yang Allah Wahyukan sebanyak 7 Ayat, bukan 6 Ayat.

          Suka

  19. KIBLAT artinya mengarahkan seluruh pergerakan jiwa raga.
    karena KIBLAT kita KA’BAH jadi ikutilah cara shalat seperti imam di KA’BAH.

    coba pahami contoh kalimat ini: “grup musik slank berkiblat ke amerika. artinya cara maen musik nya slank seperti cara maen grup musik di amerika.

    Suka

  20. kalau saya pribadi pakai basmallah, karena saya blm pernah melihat al-qur’an yg fatihah nya gak pakai basmallah. no.1 qur’an no.2 hadits. mau dibaca lirih atau keras gak masalah

    Suka

  21. orang sholat gak pake basmallah pasti lebih suka dengan kekerasan, karena tidak ada lagi maha pengasih lagi maha penyayang..

    Suka

    1. Ayat pada Al-Qur’an tidak boleh dipenggal, Basmallah bukan ayat tapi penggalan ayat pada surat An-Naml pada ayat 30 yang isinya ditujukan sebagai surat dari Nabi Sulaiman ke ratu balkis, yaitu:

      Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (An-Naml: 30)

      Basmallah digunakan di dalam Al-Qur’an sebagai pemisah surat.

      Bandingkan dengan di Mekkah, tak satupun imam di Mekkah yang membacakan basmallah ketika sholat dikarenakan basmallah bukanlah ayat dari Al Fatihah, ataupun bagian ayat, lebih baik tidak dilafaskan karena akan membuat kerancuan dan jumlah ayat.

      Firman Allah bukan untuk ditambah2x, pada awalnya Al Fatihah adalah 7 surat, jika menggunakan Al-Qur’an yang masih lengkap dengan ain dan munzil dapat dibuktikan Al Fatihah ada 7 ayat tanpa basmallah sebagai ayat :D

      Jadi tanpa membaca basmallahpun tidak berarti orang tersebut menyukai kekerasan, menambahkan ayat, mengurangi ayat, menggunakan pemenggalan ayat yang tidak pada tempatnya. Cimiwwww….

      Suka

    2. CUKUPLAH NABI & PARA SAHABATNYA SEBAGAI USWATUN HASANAH

      Hadits Anas -radhiyallahu ‘anhu-:
      ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻭﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﻭﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻔﺘﺘﺤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ .
      “Bahwasanya Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan Abu Bakr serta Umar -radhiyallahu ‘anhuma- selalu memulai sholat dengan Alhamdulillahirabbil‘alamin.”
      ■(HR. Al Bukhoriy/Kitabul Adzan/Bab Ma Yaqulu Ba’dat Takbir/743/Daru Ibnu Hazm)■

      Dari Abdah dari Qotadah bahwasanya dia menulis surat kepadanya, mengabarinya dari Anas bin Malik bahwasanya beliau mengabarkan:
      ﺻﻠﻴﺖ ﺧﻠﻒ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ، ﻭﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ، ﻭﻋﻤﺮ، ﻭﻋﺜﻤﺎﻥ، ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﻔﺘﺤﻮﻥ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻻ ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻢ ﻓﻲ ﺃﻭﻝ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺁﺧﺮﻫﺎ
      “Aku sholat di belakang Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, mereka selalu membuka sholatnya dengan Alhamdulillahirabbil‘alamin. Mereka tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan atau di akhirnya.”
      ■(HR. Muslim/Kitabush Sholah/Bab Man qala la yajhar bil basmalah/399/Dar Ibnil Jauziy)■

      Suka

      1. berarti dengan secara tidak langsung ada penyimpulan bahwa sesungguhnya Alfatihah Itu 6 Ayat bukan 7 Ayat? bila di mulai dengan pelafalan “Bismillahirihmanirohim” (7 Ayat), bila di mulai dengan pelafalan “Alhamdulillah hirrobbialamin” (6 Ayat)

        Suka

        1. alfatihah tu harus 7 ayat bukan 6 ayat,tu hrs dibaca baik pelan maupun keras,, klo ga dibaca berarti org trsbt ga hafal alfatihah,, alfatihah hrs di baca 7 ayat bukan 6 ayat,, tu sudah harga mati,, klo cuma 6 ayat berarti melanggar ketentuan al quraan,, alquran tu lebih tinggi dibandingkan dengan hadist ga jelas,, klo dibaca cuma 6 ayat berarti ulamanya 1000 % bego

          Suka

          1. Goirilmaghdhuuni… dst adalah ayat yang ketujuh.

            Suka

  22. CUKUPLAH NABI & PARA SAHABATNYA SEBAGAI USWATUN HASANAH

    Hadits Anas -radhiyallahu ‘anhu-:
    ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻭﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﻭﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻔﺘﺘﺤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ .
    “Bahwasanya Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan Abu Bakr serta Umar -radhiyallahu ‘anhuma- selalu memulai sholat dengan Alhamdulillahirabbil‘alamin.”
    ■(HR. Al Bukhoriy/Kitabul Adzan/Bab Ma Yaqulu Ba’dat Takbir/743/Daru Ibnu Hazm)■

    Dari Abdah dari Qotadah bahwasanya dia menulis surat kepadanya, mengabarinya dari Anas bin Malik bahwasanya beliau mengabarkan:
    ﺻﻠﻴﺖ ﺧﻠﻒ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ، ﻭﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ، ﻭﻋﻤﺮ، ﻭﻋﺜﻤﺎﻥ، ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﻔﺘﺤﻮﻥ ﺑﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻻ ﻳﺬﻛﺮﻭﻥ ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻢ ﻓﻲ ﺃﻭﻝ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻭﻻ ﻓﻲ ﺁﺧﺮﻫﺎ
    “Aku sholat di belakang Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-, Abu Bakr, Umar, dan Utsman, mereka selalu membuka sholatnya dengan Alhamdulillahirabbil‘alamin. Mereka tidak menyebutkan Bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan atau di akhirnya.”
    ■(HR. Muslim/Kitabush Sholah/Bab Man qala la yajhar bil basmalah/399/Dar Ibnil Jauziy)■

    Suka

  23. perbedaan itu indah.selagi pendapat masing2 masih berpegang pada sahabat rosululloh abu bakar umar dan usman juga para generasi2nya insyaalloh kita termasuk golongan ahlisunah waljamah.amin..

    Suka

  24. Assalamua’kum sebelumnya saya juga sependapat dengan paparan tadi sekarang lebih yakin . Amin

    Suka

  25. alfatihah terdiri dari 7 ayat… klo 6 ayat bukan alfatihah,,jadi bismilah tu harus dibaca, baik tu pelan atopun keras,,pokoknya harus dibaca,,, klo ga dibaca berarti ga sah,, krn tu kata2 allah jgn di kurangi ato ditambah

    Suka

    1. Ghoirilmahdhuubi..dst adalah ayat yang ke tujuh, Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi tersebut :

      قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي َوقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ قَالَ هذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيِْم صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُْوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ قَالَ هذا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ

      “ Aku membagi AsSholaah (AlFatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi 2 bagian dan bagi hambaKu ia mendapatkan yang ia minta. Jika seorang hamba mengucap :

      الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ Allah berfirman : ‘ HambaKu telah memujiKu’. Jika seorang hamba mengucapkan : الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ , Allah berfirman : ‘ HambaKu telah memujiKu. Jika hambaKu mengucapkan : مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ , Allah berfirman : ‘HambaKu telah mengagungkan Aku ’, dan kemudian Ia berkata selanjutnya : “HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaKu. Jika seorang hamba mengatakan : إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ , Allah menjawab : Ini adalah antara diriKu dan hambaKu, hambaKu akan mendapatkan yang ia minta. Jika seorang hamba mengatakan :

      اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيِْم صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُْوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ

      Allah menjawab : Ini adalah untuk hambaKu, dan baginya apa yang ia minta (H.R Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dalam Shohihnya, AtTirmidzi dalam Sunannya)

      Suka

Tinggalkan komentar